![]() |
| Eropa sekarang memberlakukan regulasi-regulasi yang pada dasarnya membatasi masuknya sawit. |
Jakarta :Indonesia, merupakan salah satu Negara penghasil Tandan Buah Sawit. Petani sawit tentunya berharap harga sawit dapat setabil dipasar Nasional maupun Internasional.
Harapan itu tentunya agar para petani sawit dapat lebih sejahtera. Dalam hal ini tentunya mereka para petani sawit yang hanya memiliki lahan dibawah luasan lima hektar.
Sedangkan pemilik kebun sawit yang luasan lahannya diatas atau lebih dari lima hektar dapat dianggap sebagai orang orang yang sudah memiliki modal kokoh.
Persolan yang kerap menjadi dilema bagi mereka para petani sawit yang dengan luasan lahan terbatas adalah persoalan harga pupuk yang tinggi. Selain itu juga terkadang sulit mendapatkannya.
Nah, ketika petani hitung hitung antara biaya pemupukan serta perawatan, terkadang hasil yang di dapati pas pasan atau bahkan minim ketika terjadi penurunan harga. Belum lagi di daerah daerah terjadi permainan harga dari para penampung.
Berdasarkan informasi saat ini, diperkirakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) tahun ini berpotensi menghadapi tantangan dari sisi permintaan.
Pasalnya, menurut Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman ada potensi permintaan dari India dan China.
Padahal, katanya, kedua Negara tersebut adalah importir CPO RI terbesar.
"Harga mungkin akan berada di dalam kisaran US$850-900 per metrik ton," kata Eddy usai Special Dialogue CNBC Indonesia 'Menggapai Sawit Tetap Jeadi Andalan Indonesia Saat Dunia Penuh Ketidakpastian' di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Dia menambahkan, pengaruh demand, produksi yang bagus, stok di Indonesia dan Malaysia bagus, sehingga supply menjadi lebih banyak. Demand agak turun sedikit, baik itu terutama di negara-negara importir terbesar seperti India dan China.
"Apalagi Eropa sekarang memberlakukan regulasi-regulasi yang pada dasarnya membatasi masuknya sawit ke sana. Kira-kira harganya seperti itu lah," kata Eddy.
Kondisi harga menurut Edy akan berdampak pada target penerimaan pungutan ekspor sawit dan turunannya yang dikelola BPDPKS.
"Tahun 2023 ini terjadi penurunan harga CPO dibandingkan tahun 2021 dan 2022. Sehingga penerimaan pungutan ekspor tahun ini kira-kira mencapai Rp30-an triliun," katanya.
Chart Tradingeconomics menunjukkan, pada sesi siang perdagangan hari ini, harga CPO hari ini bergerak di rentang MYR3.652 per ton atau sekitar US$779,18 per ton (kurs MYR4,69 per dolar AS), setelah sempat melandai di bawah MYR3.600 (US$768,08) per ton pekan lalu.
*Rel

Tidak ada komentar:
Write comments